“semua akan membutuhkan waktu, Tapi pada akhirnya, kita akan
terbiasa dan akan membaik untuk menjadi baik-baik saja.” Jawabku kepada orang
didepanku.
“bagaimana kau bisa yakin? Tanyanya menyanggah jawabku.
“ap-apa?” tanyaku untuk memperjelas.
“hanya orang-orang yang terluka yang bisa memahami mereka
yang terluka. Dikhianati, Ditinggalkan, Dilukai, dan itu tak mungkin akan baik-baik saja.” Kata orang didepanku yang di akhiri dengan hembusan nafas panjangnya.
Aku juga ikut menghembuskan nafasku, dan terdiam seraya
meresapi kata-kata orang di depan ku ini, seakan ikut meyerap rasa sakit yang
di deritanya. Luka di hati memang tak main-main.
Yang sebelumnya menunduk, kini ku angkat kepalaku.
Pandanganku beralih menatap orang di depanku itu, dan kuberikan senyum tulusku
padanya
“saat hal buruk menimpa kita, saat rasa sakit terus
menghampiri, banyak sekali orang merasa bahwa hanya mereka yang tak bahagia.”
“tapi, jika itu yang kamu pikirkan… tolong jangan.”
“katanya, kebahagiaan itu memiliki mata, tapi… kesedihan itu tidak. Kesedihan datang menimpa siapapun secara acak dan tak menentu serta tak terprediksi kedatangannya. Kesedihan akan datang secara mendadak dan merenggut semua semangat yang kita punya”
“tak ada siapapun di dunia ini yang terbiasa dengan kesedihan, tidak ada.” Ucapku.
"kebahagiaan itu perihal menerima. Karena ia juga memiliki mata, bahagia akan datang dari mana saja, bahkan terkadang dengan cara yang tak pernah kita duga."
Dan kini, wajah sosok di depanku itu sudah dibanjiri oleh
air matanya sendiri.
ada sosok aku disana, di dalam cermin.
katanya, kebahagiaan itu memiliki mata, tapi… kesedihan itu tidak. Kesedihan datang menimpa siapapun secara acak -Dinner Mate.
Komentar
Posting Komentar